Chapter 12 : Konyol
Akhirnya selesai juga pelajaran hari ini... kurasa,
sekaranglah saatnya, aku harus menahan semuanya agar mau mendengar pendapatku
sebelum mereka pulang.
“ehem, perhatian semuanya!” ucapku menarik perhatian
semua anak di kelas.
“ada apa akio, tidak seperti biasanya?” tanya Erwin
yang duduk di depanku.
“mmm, ada hal yang ingin aku bahas dengan teman-teman
semua.”
“memang ada apa?” tanya tasya.
“ini soal kompetisi yang tadi pagi kita bahas?”
“iya, kenapa?”
“setelah aku pikir-pikir kembali. Rasanya aku sudah tidak
bisa menolaknya lagi. Karena itu aku akan menerima pencalonan ini.”
“ya memang harus, karena sejak awal kamu sudah tidak
punya pilihan lain.” Ucap Edward.
“iya aku juga tahu, tapi jangan berkata seperti itu
juga.”
“terus?” tanya ketua kelas.
“begini, tadi saat jam istirahat, saya sempat ditanya
tentang rencana apa yang akan kita buat dalam acara ini. nah, karena ini bukan
hanya tugas aku dan Cheryl, jadi kami berdua memutuskan untuk membahasnya
bersama kalian semua, bagaimana?”
“bukankah tadi pagi kita sudah membahasnya?”
“itu hanya pembagian tugas, tapi apa yang akan kalian
kerjakan, apa kalian sudah tahu?”
“untuk bagian pakaian apakah kalian sudah memiliki
rencana tentang pakaian apa yang akan kalian buat untuk kami kenakan dalam
kontes busana?”
“sudah.., kami sudah tahu, pakaian apa yang cocok
untuk kalian berdua kenakan nanti? Hmmmm, tak sabar untuk melihat kalian berdua
mengenakannya.”
“baguslah kalau kalian sudah tahu tapi untuk bagian
event dan proposal, apakah kalian sudah memiliki ide untuk hal tersebut. Karena
pada dasarnya dua hal tersebutlah inti dari kegiatan ini.”
“tenang saja, kamu kan pintar. Jadi sudah pasti kamu
akan memikirkan tema yang cocok untuk kita kerjakan, iya kan teman-teman?”
“iya, benar. Siapa lagi coba, yang cocok menjadi raja
dalam kelas ini?”
“hmmm, begitu ya? Jadi, menurut kalian aku pantas jadi
raja kalian ya? Kalau begitu, sebagai permulaan bagaimana kalau kita coba dulu
peran kita, aku jadi raja dan kalian jadi rakyatku.”
“boleh, apa yang harus kita lakukan?”
“mmm, apa ya..? bagiamana kalau push up seratus kali
untuk laki-laki dan dua puluh kaliskot jump untuk perempuan? Kecuali Cheryl,
karena dia ratuku.”
“apa maksudmu!” ucap ketua kelas.
“iya benar, kenapa kamu berkata seperti itu?”
“mau protes, marah? bukankah kalian yang memilihku?
Jadi, kalian hanya perlu menuruti perintahku dan jangan membantah… dengar
dengan baik-baik ya, jika kalian mengajukanku dalam kompetisi ini semata-mata
untuk menghindar agar kalian tidak terpilih. Lebih baik kita berhenti saja
disini. Karena dengan begitu, aku akan terbebas dari kegiatan yang dipaksakan
ini!” ucapku tegas Karena rasanya aku mulai marah dengan tingkah mereka yang
menganggapku sebagai benda.
“maaf akio, aku tidak bermaksud memaksamu?”
“tidak-tidak, ini bukan salahmu cheryl. Disini aku
hanya menegaskan saja, kalau aku bukan alat! Apakah aku peringkat ke dua di
sekolah ini atau terakhir,itu terserah saya dan bukan hasil dari meminta-minta
ke kalian. Jadi, jika kalian tidak terima dengan ucapanku ini, silahkan gantikan
aku! Tapi, jika kita ingin lanjut, maka pikirkan lagi cara untuk kalian
bertindak dan menjaga mulut kalian!” ucapku yang kemudian meninggalkan ruang
kelas.
Wahhh… kenapa aku tadi bicara seperti itu. Biarlah,sebagian
juga salah mereka. Aku tidak meminta untuk diperlakukan khusus atau dihormati
secara berlebihan. Hanya saja cobalah untukmenjaga etika jika ingin meminta
atau melakukan sesuatu kepada orang lain.
“tunggu aku akio! Kenapa kamu bicara seperti itu di
depan mereka, kamu masih marah denganku ya?”
“tidak, siapa yang marah denganmu?”
“terus tadi apa, bukankah yang pertama kali
mengusulkan kamu dalam kompetii ini adalah aku. Jadi kenapa kamu marah dengan
mereka? Kenapa bukan denganku? Apa kamu takut denganku?”
“aku tidak takut denganmu dan memang benar kamulah
yang pertama kali mengatakan dan mengusulkan aku dalam kompetisi ini, tapi itu
hanya masalah perbedaan waktu, jikapun saat itu kamu tidak mengusulkan aku,
tentu saja mereka akan tetap mengusulkan aku juga. Bukan karena aku percaya
diri atau bagaimana, namun karena akulah yang paling menonjol di kelas dalam
hal akademis, sehingga mereka akan memilihku dalam acara ini.”
“terus kenapa kamu marah, bukankah kamu juga sudah
menerimanya?”
“aku marah karena aku diperlakukan khusus oleh mereka”
ucapku.
“bukankah bagus, kamu mendapat perlakuan khusus oleh
teman-temanmu?”
“bagus, jika mereka tidak memiliki niat tersembunyi
dalam perlakuan khusus itu. Tapi jika mereka memiliki niat tersembunyi. Apakah
itu bagus, memang banar hidup manusia tidak lepas dari saling membantu, namun
bukan berarti dapat diperalat.”
“kalau seperti itu, bukankah kalimat itu seharusnya
untuk kamu sendiri?” ucap Cheryl.
“kenapa?”
“kamu lupa ya, bagaimana kamu memperalat aku saat kamu
meminta jalan denganku padahal kamu hanya meminta untuk ditemani menguntit si
mira?”
“hah… kalau itu… aku tidak berniat seperti itu, aku
hanya…”
“hanya apa, pada akhirnya kamu juga memperalat.”
“jadi kamu lebih membela mereka?”
“ini bukan masalah aku membela kamu atau mereka, tapi
ini masalah bagaimana menjaga kata-kata agar sejalan dengan perbuatan”
“tapi…”
“tapi apa?” potong Cheryl.
“ok, aku minta maaf atas tindakanku yang dulu pernah
memperalatmu!” ucapku yang kemudian meninggalkannya.
“hah… akio… tunggu aku!”
“ada apa lagi?”
“aku tidak bermaksud seperti itu/”
“lagian, kenapa sih kamu masih mengingat kejadian
itu?”
“memang salah ya, kalau aku mengingatnya.”
“bukan begitu… hanya saja, kenapa yang kamu ingat
hanya dibagian itu saja, apa tidak adakah kenangan yang lainnya?”
“ada, namun itu yang paling tidak bisa aku lupakan.”
“memang apa sih, yang saat itu kamu harapkan dari aku
sampai-sampai kamu merasa diperalat? Bukankah sebelumnya kita sudah sepakat
kalau saat itu kita akan membantu anna. Tapi kenapa kamu masih mempermasalahkan
hal sepele seperti itu?”
“itu bukan hal sepele! Karena itu pertama kalinya kamu
mengajakku jalan setelah sekian lama.”
“apa maksudmu pertama kali setelah sekian lama,
memangnya kita pernah bertemu sebelum kamu pindah ke sekolah ini?”
“hah… nggak jadi, tolong lupakan yang tadi!” ucapnya
yang justru sekarang dia yang pergi.
“apa maksudmu? Hei Cheryl, tolong jelaskan?”
“tolong lupakan saja pembicaraan yang tadi!”
“ayolah..?”
“sudahlah, aku tidak mau membahas itu lagi…”
***
Hmmm… kira-kira, apa ya maksud Cheryl tadi siang, apa
aku telah melupakan sesuatu dimasa lalu, lalu jika cheryl merasa kita pernah
bertemu sebelumnya, kapan pertemuan itu, saat sekolah menengah pertama-kah,
sekolah dasar-kah atau saat aku masih kecil?Tunggu sebentar, Cheryl berasal
dari fusioneren tempat dimana ayahku dulu bertugas sebagai perwakilan pertama
dari leute untuk misi perdamaian, jika memang Cheryl adalah teman masa kecilku
saat berada disana mungkinkah aku yang sebenarnya dia cari? Tidak, tidak...
gadis itu bernama aya bukan Cheryl, jadi mana mungkin dia mencari aku. Ini
mungkin hanya pemikiranku saja lantaran misi utama saya masih belum ada
peningkatan sama sekali. Dan jika dia aya mana mungkin dia datang jauh-jauh
kesini hanya untuk bertemu dengan saya namun justrus merahasaiakan identitasnya
terhadapku?. Pasti dia salah orang…
dan kalau dipikir lagi, bagaimana ini, apa yang harus
aku lakukan besok terhadap teman-teman dikelas, bagaimana aku harus berhadapan
dengan mereka setelah ucapanku tadi siang?
“akio..! makan malamnya sudah siap, ayo kita makan!”
“iya bu, sebentar…”
Aku pun segera keluar menuju meja makan.
“hah, Ide seperti apa yang bisa aku berikan untuk
mereka, sekalipun aku tak memintanya namun tetap saja aku harus melakukannya.”
“Ada apa, bukannya bersyukur tapi hanya mengeluh di
depan makanan.” Tanya ibuku.
”Siapa yang mengeluh?”
“Itu tadi apa?”
“Aku hanya bingung saja bu.”
“Bingung kenapa?”
“Ibu tahu bukan, sebentar lagi hari perdamaian?”
“Oh, begitu ya... jadi kamu sedang memikirkan siapa
saja gadis yang akan memberimu cokelat. Kalau tidak salah hari perdamaian juga
bertepatan dengan hari valentine yang sering dirayakan oleh banyak pasangan di
masa lalu bukan?”
“Bukan itu bu, tapi tentang ide apa yang bisa aku
ajukan untuk acara di sekolah. Ibu tahu sendiri bukan, setiap hari perdamaian
pasti sekolahku mengadakan pemilihan raja dan ratu perdamaian?”
“Oh itu ya, kalau tidak salah acaranya debat bukan?”
“Iya bu, makanya aku bingung mau mengangkat tema apa
untuk debat nanti. Sedangkan acaranya bukan cuma berdebat tapi masih ada yabg
lainnya juga yang pada akhirnya saling berkaitan.”
“Mmm... Terus siapa yang jadi pasangan raja dan
ratunya?”
“kalau itu saya tidak bisa memberitahukannya…”
“mmm… jadi kamu nggak kepilih ya? Nggak apa-apa, tahun
depan masih ada kesempatan…” ucapnya memberiku semangat.
Kenapa aku harus berkecil hati, justru aku pusing
seperti ini karena terpilih bu… “hah, bagaimana ini…”
“ya sudah, kalau begitu ayo makan dulu, Mikirnya nanti.”
“Iya bu.”
***
Seperti hari-hari sebelumnya, kini aku sudah berada di
dalam kelas menunggu jam pertama dimulai. Tapi, entah kenapa suasana disini
terasa begitu dingin, separah inikah efek dari perkataanku kemarin? jika iya,
apa yang harus aku lakukan sekarang, sedangkan aku juga sudah terlanjur malu
lantaran perkataan ku kemarin yang terdengar begitu kekanak-kanakan. Mungkin
cheryl bisa membatuku. Tapi, sedari tadi dia tidak menyapaku dan bahkan ketika
aku memanggilnya, ia justru memalingkan wajahnya. Bagaimana ini, mungkinkan
masa-masa sekolahku yang normal akan berakhir hari ini?
Misi mencari arti cinta belum selesai, lagi-lagi aku
harus terjerat dengan berbagai macam urusan yang semakin membuatku terpojok.
Apa yang harus aku lakukan, lalu bagaimana dengan kelanjutan misi mencari arti
cinta yang selama ini aku lakukan jika masa sekolah normalku akan berakhir hari
ini.
Aku harus melakukan sesuatu, tapi sesuatu seperti apa?
Sedangkan suasana kelas sudah seperti ini. "Hah..."
Apapun itu, yang paling utama sekarang adalah
memastikan terlebih dahulu apakah cheryl marah terhadapku atau tidak? Untuk
masalah kelas mungkin bisa aku selesaikan jika aku bicarakan dengan cheryl, mau
bagaimana pun juga dialah yang terpilih menjadi ratuku. Jadi sudah sepantasnya
aku meminta saran terhadapnya.
"Hey!" Ucap edward sambil menepuk bahuku
yang membuatku terkejut.
"Ada apa, nggak seperti biasanya,menunggu jam awal
dengan diam tanpa kata?"
"Terserah aku!"
"Wuss, raja-nya marah!"
"Ngomong-ngomong, kamu nggak marah ya?"
"Marah, kenapa, kepada siapa?" Tanya edward.
"Ya marah kepadaku lah, soal perkataanku
kemarin?"
"Apa yang kamu katakan soal kompetisi sudah
benar, jadi kenapa harus marah. Memang, ada beberapa kalimat yang membuat saya
marah, tapi kalau melihat kelanjutan kalimatnya, rasanya ok-ok saja."
"Syukurlah, kalau begitu bukan saya yang
menyebabkan kelas menjadi seperti ini."
"Siapa
bilang ini bukan kesalahanmu? justru karena perkataanmu kemarin, kelas menjadi
pecah seperti ini! apalagi saat ada yang tahu kalau kamu bertengkar dengan
cheryl lantaran masalah kemarin, semuanya jadi kacau dan saling menyalahkan."
“terus aku
sekarang harus bagaimana?”
“entahlah, aku
juga tidak tahu, tapi yang pasti kamu harus segera menyelesaikan masalah ini
sebelum menjadi besar!” tegas Edward yang membuatku semakin tersudut karena
ulahku sendiri.
Bel tanda masuk akhirnya berbunyi.
“ingat akio, kamu harus segera menyelesaikan masalah
ini!” ucap Edward memperingatkanku.
“iya aku tahu.”
***
Akhirnya istirahat juga, berkat Edward yang
menginterogasiku habis-habisan, akhirnya aku tadi pagi kehabisan waktu untuk memastikan
apa yang sedang dialami Cheryl hingga dia mengacuhkanku. Makanya saat ini aku
putuskan untuk menemuinya dan meminta penjelasan darinya. Mungkin dengan
demikian aku juga bisa menyelesaikan masalah ini.
“Cheryl!” panggilku.
“hey, Cheryl!” panggilku mengulang sambal memegang
bahunya.
“ada apa?”
“ada apa, seharusnya aku yang berkata begitu. Kamu
kenapa dari pagi mengacuhkan aku? Kamu masih marah ya soal yang kemarin?”
ucapku.
“nggak, siapa yang marah?” ucapnya dengan wajah memerah.
“wajahmu kenapa, kamu sakit?”
“aku tidak apa-apa.”
“kalau tidak apa-apa kenapa dari pagi kamu terus
mengacuhkan aku?”
“memang ada apa?” tanya Cheryl.
“mmm, bagaiamana ya aku harus mengatakannya? Ayo ikut
denganku.” Ucapku membawanya ke suatu tempat.
“ada apa sih”
“pokoknya ikut denganku.”
“iya aku akan ikut, tapi jangan ditarik seperti ini
juga, malu tau.”
“iya maaf…” ucapku.
Akupun berhasil membawanya ke belakang sekolah, tempat
dimana siswa jarang datang kesini.
“ada apa sampai membawaku ke tempat sepi seperti ini!”
“jangan marah dulu, masalahnya ini sangat penting jadi
aku tidak bisa membicarakannya di tempat yang ramai.”
“iya, aku paham. Jadi ada apa?”
“sebelumnya aku minta maaf soal yang kemarin dan
selanjutnya aku mau minta tolong kepadamu.”
“mau minta tolong apa?”
“ini menyangkut masa depanku disekolah ini. aku tidak
mau kelulusanku dari sekolah ini meninggalkan kesan yang memalukan. Jadi aku
butuh bantuanmu untuk bisa menyelesaikan masalahku ini.”
“kenapa harus aku, lagian apa sih masalahnya sehingga
terlihat separah ini?”
“tolong bantu aku untuk meminta maaf ke teman-teman di
kelas!”
“hah…”
“kenapa hah…”
“soalnya, lucu saja, setelah kemarin kamu marah dengan
hebatnya lanyaknya seorang raja. Sekarang kamu mau minta bantuanku untuk
meminta maaf ke meraka? Yang benar saja?”
“ayolah, aku juga sadar kalau tindakanku kemarin
sangat konyol dan aku tidak ingin karena tindakanku yang kemarin, kelas kita
menjadi kelas yang tidak bisa terlupakan dalam arti negatif.”
“kenapa kamu tidak langsung meminta maaf sendiri
saja!”
“soalnya aku malu dan ini juga bukan hanya masalah
meminta maaf tapi juga ada kesalahpahaman yang harus kita selesaikan dalam
kelas.”
“kesalahpahaman apa dan kenapa aku yang harus
membantumu?”
“kamu tahu alasan kenapa hari ini suasana kelas
menjadi seperti ini?”
“nggak, memang kenapa?”
“coba kamu bandingkan suasana kelas hari ini dengan
hari-hari sebelumnya? Berbeda bukan, biasanya sebelum jam pelajaran dimulai
semua orang membentuk kelompok masing-masing dan saling berbincang satu sama lain,
tapi hari ini berbeda, mereka hanya duduk diam dengan ekspresi dingin seperti
akan menghadapi ujian, sedangkan dalam keadaan akan ujian yang sebenarnya pun
mereka tidak bertingkah seperti ini.”
“iya juga. Terus apa hubungannya dengan masalah yang
sedang kita bahas.”
“hubungannya karena ini semua ulah kita.”
“lho, kenapa jadi kita, bukankah kamu yang kemarin
memulainya? Lalu kenapa aku ikut juga?”
“soalnya mereka mengira kalau kemarin aku bertengkar
denganmu lantaran masalah pencalonan.”
“hahaha… mana mungkin mereka menjadi seperti itu hanya
pertengkaran kita, memangnya kita siapa sehingga bisa membuat kelas menjadi
seperti ini.”
“terserah kamu mau percaya atau tidak, intinya aku
butuh bantuanmu.”
“sebelumnya aku mau tanya, kamu tau masalah ini dari
siapa?” ucap Cheryl.
“aku tau masalah ini dari edward.”
“jadi kamu percaya dengan perkataan Edward?”
“ya, aku percaya, sekalipun tampang dan cara bicaranya
tidak bisa dipercaya tapi aku sudah mengenalnya sejak sekolah menengah pertama.
Jadi aku tau seperti apa saat dia bercanda dengan saat dia serius.”
“mmm… begitu ya, baiklah aku akan membantumu.”
“syukurlah kalau kamu mau. Ngomong-ngomong kenapa
tingkahmu dari pagi berbeda sekali. Biasanya kamu selalu memperhatikan ketika
orang lain memanggilmu dan cara berbicaranya juga halus terutama ketika
bersamaku. Tapi, kenapa hari ini kamu berbeda?’
“mau aku bantu tidak!”
“iya… tentulah”
“ya sudah nggak usah banyak tanya!”
kenapa sih?
***
Note : Hak Cipta karya tulis ini sepenuhnya milik Hirekija. dilarang melakukan penggandaan atau plagiat dalam bentuk apapun. cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama, tempat, kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
0 comments