Saturday, February 24, 2018

Life Not Equel Math ch 12

Chapter 12 : Konyol
Akhirnya selesai juga pelajaran hari ini... kurasa, sekaranglah saatnya, aku harus menahan semuanya agar mau mendengar pendapatku sebelum mereka pulang.
“ehem, perhatian semuanya!” ucapku menarik perhatian semua anak di kelas.
“ada apa akio, tidak seperti biasanya?” tanya Erwin yang duduk di depanku.
“mmm, ada hal yang ingin aku bahas dengan teman-teman semua.”
“memang ada apa?” tanya tasya.
“ini soal kompetisi yang tadi pagi kita bahas?”
“iya, kenapa?”
“setelah aku pikir-pikir kembali. Rasanya aku sudah tidak bisa menolaknya lagi. Karena itu aku akan menerima pencalonan ini.”
“ya memang harus, karena sejak awal kamu sudah tidak punya pilihan lain.” Ucap Edward.
“iya aku juga tahu, tapi jangan berkata seperti itu juga.”
“terus?” tanya ketua kelas.  
“begini, tadi saat jam istirahat, saya sempat ditanya tentang rencana apa yang akan kita buat dalam acara ini. nah, karena ini bukan hanya tugas aku dan Cheryl, jadi kami berdua memutuskan untuk membahasnya bersama kalian semua, bagaimana?”
“bukankah tadi pagi kita sudah membahasnya?”
“itu hanya pembagian tugas, tapi apa yang akan kalian kerjakan, apa kalian sudah tahu?”
“untuk bagian pakaian apakah kalian sudah memiliki rencana tentang pakaian apa yang akan kalian buat untuk kami kenakan dalam kontes busana?”
“sudah.., kami sudah tahu, pakaian apa yang cocok untuk kalian berdua kenakan nanti? Hmmmm, tak sabar untuk melihat kalian berdua mengenakannya.”
“baguslah kalau kalian sudah tahu tapi untuk bagian event dan proposal, apakah kalian sudah memiliki ide untuk hal tersebut. Karena pada dasarnya dua hal tersebutlah inti dari kegiatan ini.”
“tenang saja, kamu kan pintar. Jadi sudah pasti kamu akan memikirkan tema yang cocok untuk kita kerjakan, iya kan teman-teman?”
“iya, benar. Siapa lagi coba, yang cocok menjadi raja dalam kelas ini?”
“hmmm, begitu ya? Jadi, menurut kalian aku pantas jadi raja kalian ya? Kalau begitu, sebagai permulaan bagaimana kalau kita coba dulu peran kita, aku jadi raja dan kalian jadi rakyatku.”
“boleh, apa yang harus kita lakukan?”
“mmm, apa ya..? bagiamana kalau push up seratus kali untuk laki-laki dan dua puluh kaliskot jump untuk perempuan? Kecuali Cheryl, karena dia ratuku.”
“apa maksudmu!” ucap ketua kelas.
“iya benar, kenapa kamu berkata seperti itu?”
“mau protes, marah? bukankah kalian yang memilihku? Jadi, kalian hanya perlu menuruti perintahku dan jangan membantah… dengar dengan baik-baik ya, jika kalian mengajukanku dalam kompetisi ini semata-mata untuk menghindar agar kalian tidak terpilih. Lebih baik kita berhenti saja disini. Karena dengan begitu, aku akan terbebas dari kegiatan yang dipaksakan ini!” ucapku tegas Karena rasanya aku mulai marah dengan tingkah mereka yang menganggapku sebagai benda.
“maaf akio, aku tidak bermaksud memaksamu?”
“tidak-tidak, ini bukan salahmu cheryl. Disini aku hanya menegaskan saja, kalau aku bukan alat! Apakah aku peringkat ke dua di sekolah ini atau terakhir,itu terserah saya dan bukan hasil dari meminta-minta ke kalian. Jadi, jika kalian tidak terima dengan ucapanku ini, silahkan gantikan aku! Tapi, jika kita ingin lanjut, maka pikirkan lagi cara untuk kalian bertindak dan menjaga mulut kalian!” ucapku yang kemudian meninggalkan ruang kelas.
Wahhh… kenapa aku tadi bicara seperti itu. Biarlah,sebagian juga salah mereka. Aku tidak meminta untuk diperlakukan khusus atau dihormati secara berlebihan. Hanya saja cobalah untukmenjaga etika jika ingin meminta atau melakukan sesuatu kepada orang lain.
“tunggu aku akio! Kenapa kamu bicara seperti itu di depan mereka, kamu masih marah denganku ya?”
“tidak, siapa yang marah denganmu?”
“terus tadi apa, bukankah yang pertama kali mengusulkan kamu dalam kompetii ini adalah aku. Jadi kenapa kamu marah dengan mereka? Kenapa bukan denganku? Apa kamu takut denganku?”
“aku tidak takut denganmu dan memang benar kamulah yang pertama kali mengatakan dan mengusulkan aku dalam kompetisi ini, tapi itu hanya masalah perbedaan waktu, jikapun saat itu kamu tidak mengusulkan aku, tentu saja mereka akan tetap mengusulkan aku juga. Bukan karena aku percaya diri atau bagaimana, namun karena akulah yang paling menonjol di kelas dalam hal akademis, sehingga mereka akan memilihku dalam acara ini.”
“terus kenapa kamu marah, bukankah kamu juga sudah menerimanya?”
“aku marah karena aku diperlakukan khusus oleh mereka” ucapku.
“bukankah bagus, kamu mendapat perlakuan khusus oleh teman-temanmu?”
“bagus, jika mereka tidak memiliki niat tersembunyi dalam perlakuan khusus itu. Tapi jika mereka memiliki niat tersembunyi. Apakah itu bagus, memang banar hidup manusia tidak lepas dari saling membantu, namun bukan berarti dapat diperalat.”
“kalau seperti itu, bukankah kalimat itu seharusnya untuk kamu sendiri?” ucap Cheryl.
“kenapa?”
“kamu lupa ya, bagaimana kamu memperalat aku saat kamu meminta jalan denganku padahal kamu hanya meminta untuk ditemani menguntit si mira?”
“hah… kalau itu… aku tidak berniat seperti itu, aku hanya…”
“hanya apa, pada akhirnya kamu juga memperalat.”
“jadi kamu lebih membela mereka?”
“ini bukan masalah aku membela kamu atau mereka, tapi ini masalah bagaimana menjaga kata-kata agar sejalan dengan perbuatan”
“tapi…”
“tapi apa?” potong Cheryl.
“ok, aku minta maaf atas tindakanku yang dulu pernah memperalatmu!” ucapku yang kemudian meninggalkannya.
“hah… akio… tunggu aku!”
“ada apa lagi?”
“aku tidak bermaksud seperti itu/”
“lagian, kenapa sih kamu masih mengingat kejadian itu?”
“memang salah ya, kalau aku mengingatnya.”
“bukan begitu… hanya saja, kenapa yang kamu ingat hanya dibagian itu saja, apa tidak adakah kenangan yang lainnya?” 
“ada, namun itu yang paling tidak bisa aku lupakan.”
“memang apa sih, yang saat itu kamu harapkan dari aku sampai-sampai kamu merasa diperalat? Bukankah sebelumnya kita sudah sepakat kalau saat itu kita akan membantu anna. Tapi kenapa kamu masih mempermasalahkan hal sepele seperti itu?”
“itu bukan hal sepele! Karena itu pertama kalinya kamu mengajakku jalan setelah sekian lama.”
“apa maksudmu pertama kali setelah sekian lama, memangnya kita pernah bertemu sebelum kamu pindah ke sekolah ini?”
“hah… nggak jadi, tolong lupakan yang tadi!” ucapnya yang justru sekarang dia yang pergi.
“apa maksudmu? Hei Cheryl, tolong jelaskan?”
“tolong lupakan saja pembicaraan yang tadi!”
“ayolah..?”
“sudahlah, aku tidak mau membahas itu lagi…”
***
Hmmm… kira-kira, apa ya maksud Cheryl tadi siang, apa aku telah melupakan sesuatu dimasa lalu, lalu jika cheryl merasa kita pernah bertemu sebelumnya, kapan pertemuan itu, saat sekolah menengah pertama-kah, sekolah dasar-kah atau saat aku masih kecil?Tunggu sebentar, Cheryl berasal dari fusioneren tempat dimana ayahku dulu bertugas sebagai perwakilan pertama dari leute untuk misi perdamaian, jika memang Cheryl adalah teman masa kecilku saat berada disana mungkinkah aku yang sebenarnya dia cari? Tidak, tidak... gadis itu bernama aya bukan Cheryl, jadi mana mungkin dia mencari aku. Ini mungkin hanya pemikiranku saja lantaran misi utama saya masih belum ada peningkatan sama sekali. Dan jika dia aya mana mungkin dia datang jauh-jauh kesini hanya untuk bertemu dengan saya namun justrus merahasaiakan identitasnya terhadapku?. Pasti dia salah orang…
dan kalau dipikir lagi, bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan besok terhadap teman-teman dikelas, bagaimana aku harus berhadapan dengan mereka setelah ucapanku tadi siang?
“akio..! makan malamnya sudah siap, ayo kita makan!”
“iya bu, sebentar…”
Aku pun segera keluar menuju meja makan.
“hah, Ide seperti apa yang bisa aku berikan untuk mereka, sekalipun aku tak memintanya namun tetap saja aku harus melakukannya.”
“Ada apa, bukannya bersyukur tapi hanya mengeluh di depan makanan.” Tanya ibuku.
”Siapa yang mengeluh?”
“Itu tadi apa?”
“Aku hanya bingung saja bu.”
“Bingung kenapa?”
“Ibu tahu bukan, sebentar lagi hari perdamaian?”
“Oh, begitu ya... jadi kamu sedang memikirkan siapa saja gadis yang akan memberimu cokelat. Kalau tidak salah hari perdamaian juga bertepatan dengan hari valentine yang sering dirayakan oleh banyak pasangan di masa lalu bukan?”
“Bukan itu bu, tapi tentang ide apa yang bisa aku ajukan untuk acara di sekolah. Ibu tahu sendiri bukan, setiap hari perdamaian pasti sekolahku mengadakan pemilihan raja dan ratu perdamaian?”
“Oh itu ya, kalau tidak salah acaranya debat bukan?”
“Iya bu, makanya aku bingung mau mengangkat tema apa untuk debat nanti. Sedangkan acaranya bukan cuma berdebat tapi masih ada yabg lainnya juga yang pada akhirnya saling berkaitan.”
“Mmm... Terus siapa yang jadi pasangan raja dan ratunya?”
“kalau itu saya tidak bisa memberitahukannya…”
“mmm… jadi kamu nggak kepilih ya? Nggak apa-apa, tahun depan masih ada kesempatan…” ucapnya memberiku semangat.
Kenapa aku harus berkecil hati, justru aku pusing seperti ini karena terpilih bu… “hah, bagaimana ini…”
“ya sudah, kalau begitu ayo makan dulu, Mikirnya nanti.”
“Iya bu.”
***
Seperti hari-hari sebelumnya, kini aku sudah berada di dalam kelas menunggu jam pertama dimulai. Tapi, entah kenapa suasana disini terasa begitu dingin, separah inikah efek dari perkataanku kemarin? jika iya, apa yang harus aku lakukan sekarang, sedangkan aku juga sudah terlanjur malu lantaran perkataan ku kemarin yang terdengar begitu kekanak-kanakan. Mungkin cheryl bisa membatuku. Tapi, sedari tadi dia tidak menyapaku dan bahkan ketika aku memanggilnya, ia justru memalingkan wajahnya. Bagaimana ini, mungkinkan masa-masa sekolahku yang normal akan berakhir hari ini?
Misi mencari arti cinta belum selesai, lagi-lagi aku harus terjerat dengan berbagai macam urusan yang semakin membuatku terpojok. Apa yang harus aku lakukan, lalu bagaimana dengan kelanjutan misi mencari arti cinta yang selama ini aku lakukan jika masa sekolah normalku akan berakhir hari ini.
Aku harus melakukan sesuatu, tapi sesuatu seperti apa? Sedangkan suasana kelas sudah seperti ini. "Hah..."
Apapun itu, yang paling utama sekarang adalah memastikan terlebih dahulu apakah cheryl marah terhadapku atau tidak? Untuk masalah kelas mungkin bisa aku selesaikan jika aku bicarakan dengan cheryl, mau bagaimana pun juga dialah yang terpilih menjadi ratuku. Jadi sudah sepantasnya aku meminta saran terhadapnya.
"Hey!" Ucap edward sambil menepuk bahuku yang membuatku terkejut.
"Ada apa, nggak seperti biasanya,menunggu jam awal dengan diam tanpa kata?"
"Terserah aku!"
"Wuss, raja-nya marah!"
"Ngomong-ngomong, kamu nggak marah ya?"
"Marah, kenapa, kepada siapa?" Tanya edward.
"Ya marah kepadaku lah, soal perkataanku kemarin?"
"Apa yang kamu katakan soal kompetisi sudah benar, jadi kenapa harus marah. Memang, ada beberapa kalimat yang membuat saya marah, tapi kalau melihat kelanjutan kalimatnya, rasanya ok-ok saja."
"Syukurlah, kalau begitu bukan saya yang menyebabkan kelas menjadi seperti ini."
"Siapa bilang ini bukan kesalahanmu? justru karena perkataanmu kemarin, kelas menjadi pecah seperti ini! apalagi saat ada yang tahu kalau kamu bertengkar dengan cheryl lantaran masalah kemarin, semuanya jadi kacau dan saling menyalahkan."
“terus aku sekarang harus bagaimana?”
“entahlah, aku juga tidak tahu, tapi yang pasti kamu harus segera menyelesaikan masalah ini sebelum menjadi besar!” tegas Edward yang membuatku semakin tersudut karena ulahku sendiri.
Bel tanda masuk akhirnya berbunyi.
“ingat akio, kamu harus segera menyelesaikan masalah ini!” ucap Edward memperingatkanku.
“iya aku tahu.”
***
Akhirnya istirahat juga, berkat Edward yang menginterogasiku habis-habisan, akhirnya aku tadi pagi kehabisan waktu untuk memastikan apa yang sedang dialami Cheryl hingga dia mengacuhkanku. Makanya saat ini aku putuskan untuk menemuinya dan meminta penjelasan darinya. Mungkin dengan demikian aku juga bisa menyelesaikan masalah ini.
“Cheryl!” panggilku.
“hey, Cheryl!” panggilku mengulang sambal memegang bahunya.
“ada apa?”
“ada apa, seharusnya aku yang berkata begitu. Kamu kenapa dari pagi mengacuhkan aku? Kamu masih marah ya soal yang kemarin?” ucapku.
“nggak, siapa yang marah?” ucapnya dengan wajah memerah.
“wajahmu kenapa, kamu sakit?”
“aku tidak apa-apa.”
“kalau tidak apa-apa kenapa dari pagi kamu terus mengacuhkan aku?”
“memang ada apa?” tanya Cheryl.
“mmm, bagaiamana ya aku harus mengatakannya? Ayo ikut denganku.” Ucapku membawanya ke suatu tempat.
“ada apa sih”
“pokoknya ikut denganku.”
“iya aku akan ikut, tapi jangan ditarik seperti ini juga, malu tau.”
“iya maaf…” ucapku.
Akupun berhasil membawanya ke belakang sekolah, tempat dimana siswa jarang datang kesini.
“ada apa sampai membawaku ke tempat sepi seperti ini!”
“jangan marah dulu, masalahnya ini sangat penting jadi aku tidak bisa membicarakannya di tempat yang ramai.”
“iya, aku paham. Jadi ada apa?”
“sebelumnya aku minta maaf soal yang kemarin dan selanjutnya aku mau minta tolong kepadamu.”
“mau minta tolong apa?”
“ini menyangkut masa depanku disekolah ini. aku tidak mau kelulusanku dari sekolah ini meninggalkan kesan yang memalukan. Jadi aku butuh bantuanmu untuk bisa menyelesaikan masalahku ini.”
“kenapa harus aku, lagian apa sih masalahnya sehingga terlihat separah ini?”
“tolong bantu aku untuk meminta maaf ke teman-teman di kelas!”
“hah…”
“kenapa hah…”
“soalnya, lucu saja, setelah kemarin kamu marah dengan hebatnya lanyaknya seorang raja. Sekarang kamu mau minta bantuanku untuk meminta maaf ke meraka? Yang benar saja?”
“ayolah, aku juga sadar kalau tindakanku kemarin sangat konyol dan aku tidak ingin karena tindakanku yang kemarin, kelas kita menjadi kelas yang tidak bisa terlupakan dalam arti negatif.”
“kenapa kamu tidak langsung meminta maaf sendiri saja!”
“soalnya aku malu dan ini juga bukan hanya masalah meminta maaf tapi juga ada kesalahpahaman yang harus kita selesaikan dalam kelas.”
“kesalahpahaman apa dan kenapa aku yang harus membantumu?”
“kamu tahu alasan kenapa hari ini suasana kelas menjadi seperti ini?”
“nggak, memang kenapa?”
“coba kamu bandingkan suasana kelas hari ini dengan hari-hari sebelumnya? Berbeda bukan, biasanya sebelum jam pelajaran dimulai semua orang membentuk kelompok masing-masing dan saling berbincang satu sama lain, tapi hari ini berbeda, mereka hanya duduk diam dengan ekspresi dingin seperti akan menghadapi ujian, sedangkan dalam keadaan akan ujian yang sebenarnya pun mereka tidak bertingkah seperti ini.”
“iya juga. Terus apa hubungannya dengan masalah yang sedang kita bahas.”
“hubungannya karena ini semua ulah kita.”
“lho, kenapa jadi kita, bukankah kamu yang kemarin memulainya? Lalu kenapa aku ikut juga?”
“soalnya mereka mengira kalau kemarin aku bertengkar denganmu lantaran masalah pencalonan.”
“hahaha… mana mungkin mereka menjadi seperti itu hanya pertengkaran kita, memangnya kita siapa sehingga bisa membuat kelas menjadi seperti ini.”
“terserah kamu mau percaya atau tidak, intinya aku butuh bantuanmu.”
“sebelumnya aku mau tanya, kamu tau masalah ini dari siapa?” ucap Cheryl.
“aku tau masalah ini dari edward.”
“jadi kamu percaya dengan perkataan Edward?”
“ya, aku percaya, sekalipun tampang dan cara bicaranya tidak bisa dipercaya tapi aku sudah mengenalnya sejak sekolah menengah pertama. Jadi aku tau seperti apa saat dia bercanda dengan saat dia serius.”
“mmm… begitu ya, baiklah aku akan membantumu.”
“syukurlah kalau kamu mau. Ngomong-ngomong kenapa tingkahmu dari pagi berbeda sekali. Biasanya kamu selalu memperhatikan ketika orang lain memanggilmu dan cara berbicaranya juga halus terutama ketika bersamaku. Tapi, kenapa hari ini kamu berbeda?’
“mau aku bantu tidak!”
“iya… tentulah”
“ya sudah nggak usah banyak tanya!”
kenapa sih?
***

Note : Hak Cipta karya tulis ini sepenuhnya milik Hirekija. dilarang melakukan penggandaan atau plagiat dalam bentuk apapun.  cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama, tempat, kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. 
Load disqus comments

0 comments