Wednesday, April 6, 2016

Rambu solo, upacara pemakaman termahal di dunia



Pernahkah anda mendengar tentang upacara rambu solo? Jika tidak pernahkah anda mendengar upacara pemakaman adat asal tanah toraja? Jika iya, maka itulah yang dinamakan upacara adat rambu solo.
Seperti yang telah anda ketahui kalau upacara pemakaman adat dari tanah toraja ini tergolong unik. Bahkan saking uniknya upacara ini sudah terkenal hingga ke mancanegara. Upacara rambu saolo bukan sekedar upacara pemakaman adat biasa seperti pada umumnya. Setiap prosesi yang di lakukan selalu di penuhi dengan makna, sehingga ketika anda datang berkunjung ke tanah toraja untuk menyaksikan upacara adat ini, akan ada banyak hal yang akan membuat anda terkagum-kagum.

Upacara pemakaman masyarakat toraja akan dilakukan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahu setelah kepergian seseorang dalam suatu keluarga. waktu yang lama tersebut dilakukan bukan karena masyarakat toraja memiliki kebiasaan berkabung yang lama. Tapi dikarenakan anggota keluarga yang ditinggalkan membutuhkan waktu ubtruk emngfumpulkan dana yang cukup banyak untuk melakukan satu upacata pemakaman rambu solo. Namun lain lagi jika keluarga yang ditinggalkan adalah keluarga dengan harta berlimpah. Karena dengan dana yang mereka miliki sudah cukup untuk menyelenggarakan upacara rambu solo. Tahukah anda berapa banyak dana yang dibutuhkan untuk membiayai satu pemakaman rambu solo? Biaya termahal yang harus dikeluarkan untuk sebuah pemakaman rambu solo bisa mencapai 4-5 milyar rupiah. Rata-rata rambu solo diselenggarakan dengan biaya mencapai ratusan juta riupiah.

Upacara rambu solo bertujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang telah meninggal dunia menuju alam roh, bersama para leluhur mereka yang bertempat di puya. Upacara  ini sebagai penyempurnaan, karena orang baru dianggap benar-benar wafat setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang wafat itu hanya dianggap sebagai orang yang “sakit” atau “lemah”, sehingga ia tetap diperlakukan seperti halnya ketika masih hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi makanan dan minuman, bahkan diajak berbicara. Selain itu, orang Toraja arwahnya mencapai tingkatan dewa (to-membali puang) untuk kemudian menjadi dewa  pelindung (deata) (Mohammad Natsir Sitonda, 2007).
Rambu solo adalah warisan ajaran leluhur Toraja. Upacara ini dilaksanakan berdasarkan keyakinan leluhur yang disebut aluk todolo, berarti kepercayaan atau pemujaan terhadap roh leluhur. Di dalam aluk todolo terdapat aluk pitung sabu pitu ratu pitungpuloatau 777 aturan, salah satunya yang berhubungan dengan pemujaan roh leluhur pada saat kematian (Sitonda, 2007) 

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Upacara aluk rambu solo’ digelar sesuai dengan kesiapan keluarga secara ekonomi karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bagi kaum bangsawan yang mampu, biasanya akan langsung menggelar upacara ini ketika ada anggota keluarga yang meninggal. Namun, bagi kalangan biasa, mereka akan menunggu hingga punya cukup dana. Sementara itu, tempat pelaksanaan upacara dipusatkan di dua lokasi, yakni di rumah duka dan di lapangan (rante).

Peserta dan Pemimpin Upacara

Peserta upacara aluk rambu solo’ adalah seluruh keluarga orang yang wafat dan segenap warga masyarakat. Pelaksanaan upacara ini dipimpin oleh beberapa orang khusus yang terdiri dari:
  • To mebalun atau to ma’kayo, bertugas memimpin dan membina upacara pemakaman.

  • To ma’pemali, bertugas melayani, merawat, dan memelihara jenazah selama upacara berlangsung.

  • To ma’kuasa, bertugas membantu secara umum pelaksanaan pemakaman.

  • To ma’sanduk dalle, perempuan yang khusus menyiapkan nasi bagi jenazah yang akan dimakamkan.

  • To dibulle tangnga, perempuan yang bertugas sebagai penghubung antarpetugas upacara yang lain, khususnya yang berkaitan dengan sesaji.

  •   To sipalakuan, orang yang bertugas memenuhi semua kebutuhan perawatan jenazah dan upacara.

  • To ma’toe bia’, seorang laki-laki yang bertugas menyalakan api dan memegang obor selama upacara berlangsung.

  • To masso’ boi rante, perempuan yang bertugas membuka jalan ke rumah duka atau lapangan tempat upacara.

  • To mangengnge baka tau-tau, seseorang yang khusus membawa tempat pakaian dari patung.

Peralatan dan Bahan 

Peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ antara lain:
  • Tombi saratu, kain panjang seperti umbul-umbul.

  • Tuang-tuang atau tanda upacara.

  • Gendang.

  • Maa’, kain berukir sebagai tanda kemuliaan.

  • Sesaji.

  • Gong atau bombongan.

Proses Pelaksanaan

Proses pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ meliputi 3 tahap, yaitu: persiapan, pelaksanaan, dan penutup. Berikut adalah proses pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ yang digelar selama 4 hari.

a. Persiapan

Untuk menyiapkan upacara rambu solo’, beberapa persiapan yang harus dilakukan meliputi: pertemuan keluarga, pembuatan pondok upacara, dan menyediakan peralatan upacara.
Pertemuan keluarga orang yang wafat, baik dari pihak ibu maupun bapak, dilakukan untuk membicarakan ahli waris, tingkat upacara yang akan dilakukan, tempat pelaksanaan upacara, dan lain-lain.
Pembuatan pondok upacara terdiri dari dua macam, yaitu yang ada di halaman rumah orang yang wafat dan di lapangan upacara. Pondok-pondok tersebut nantinya selain untuk pelaksanaan upacara juga sebagai tempat menginap para tamu. Pondok dibangun sesuai kasta orang yang wafat.
Menyediakan peralatan upacara seperti peralatan makan, tidur, sesaji dan lain-lain.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan upacara aluk rambu solo’terbagi menjadi dua tahap, yaitu aluk pia atau aluk banua, yakni upacara dilakukan di halaman rumah orang yang wafat (upacara tahap pertama), dan aluk palao atau alok rante, yakni upacara yang dilakukan di lapangan atau rante(upacara tahap kedua).

1.      Aluk Pia atau Aluk Banua

Pada upacara pemakaman di halaman rumah, jenazah tetap di rumah duka. Upacara tahap pertama ini digelar selama 4 hari berturut-turut. Pada hari pertama dilakukan persembahan sesaji berupa kerbau dan babi, dengan diiringi nyanyian semalam suntuk (ma’badong). Di hari pertama ini, dilakukan juga perubahan letak jenazah sekaligus status mayat berubah menjadi to makula, yaitu orang yang dianggap benar-benar telah wafat.

Hari kedua, selain tetap melantunkan nyanyian semalam suntuk, keluarga menerima masyarakat dan kerabat yang biasanya datang dengan membawa sumbangan berupa hewan atau uang. Sumbangan ini sebagai tanda bahwa kelak jika sang penyumbang juga menyelenggarakan upacara, maka yang disumbang harus mengembalikannya, meskipun tidak dianggap sebagai utang. Para tamu biasanya akan memperkenalkan kerabat masing-masing sehingga dari sini mereka akhirnya saling mengetahui jalinan kekerabatan mereka.

Pada hari ketiga diadakan dua ritual. Pertama yaitu ma’bolong, penyembelihan babi di pagi hari oleh to mebalun di mana semua orang berpakaian hitam sebagai tanda berkabung. Kedua, ma’batang, penyembelihan kerbau di lapangan dan dilanjutkan dengan pembacaan mantra pujian pada leluhur dari atas menara daging (bala’kayan).    

Di hari keempat dilakukan ritual memasukkan jenazah ke dalam sebuah peti kayu. Kayu yang digunakan harus kayu yang sudah mati (kayu mate) dan menjadi simbol bahwa jenzah telah benar-benar mati.

2.      Aluk Palao atau Aluk Rante

Tahap ini digelar di lapangan dengan 4 prosesi, yaitu ma’ palao, allo katongkonan, allo katorroan, mantaa padang, dan meaa.

Ma’ palao, jenazah dari lumbungdipindahkan di lapangan dan dibawa dengan iringan arak-arakan. Sesampai di lapangan, kerbau dipotong dengan ditebas langsung lehernya. Daging kerbau lalu dibagikan kepada yang hadir dengan sebelumnya didendangkan syair-syair kedukaan yang diucapkan dalam bahasa adat Toraja.

Allo katongkkonan, keluarga menerima tamu yang datang dan mencatat pemberian sumbangan.

Allo katorroan, keluarga dan petugas istirahat sejenak untuk membicarakan persiapan acara puncak pesta pemakaman. Pada tahap ini, disepakati lagi berapa kerbau yang akan dipotong.

Mantaa padang, acara puncak yaitu pemotongan kerbau yang telah disepakati sebelumnya. Daging kerbau kemudian dibagikan kepada keluarga dan kerabat sesuai adat. Terkadang ada kerbau yang dibiarkan hidup tapi sudah diniatkan untuk disembelih dan disumbangkan untuk masyarakat.

Me aa, jenazah diturunkan dari lakian atau ke tempat pemakaman, kemudian digelar ibadah pemakaman, ungkapan belasungkawa, ucapan terima kasih dari keluarga, dan prosesi pemakaman jenazah.

c. Penutup

Upacara aluk rambu solo’ dinyatakan berakhir jika jenazah telah selesai dimakamkan. Saat ini, pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ telah banyak berubah. Salah satu perubahannya adalah digelarnya upacara selama 12 hari dengan urutan acara sebagai berikut: Ma’pasuluk (pertemuan keluarga), mangriu’ batu (menarik batu simbuang), ma’ pasa tedong (menghitung ulang hewan korban), ma’ pengkalao (memindahkan jenazah ke tongkonan), mangisi lantang (mengisi pondok), ma’ pasonglo (memindahkan jenazah dari lumbung), allo katongkonan (keluarga menerima tamu), allo katorroan (istirahat), mantaa padang (memotong hewan korban), dan me aa (pemakaman jenazah).
Load disqus comments

0 comments